SELAMAT DATANG - Percayakan anak, adik dan saudara anda pada kami !

Meningkatkan Kesadaran Moral Kritis Remaja Terhadap Masalah Aborsi Provocatus Ilegal

Jurnal Ilmiah :
Meningkatkan Kesadaran Moral Kritis Remaja Terhadap Masalah Aborsi Provocatus Ilegal

1. Identifikasi Masalah

Penelitian tingkat global menunjukkan terdapat 64 kehamilan yang tidak diinginkan per 1000 wanita berusia 15–49 tahun, Bearak, dkk (2020). Rahmawati dan Budiman (2023:8), pada tahun 2000 melakukan penelitian di enam wilayah di Indonesia, ditemukan bahwa estimasi aborsi adalah 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun. Dikatakan bahwa untuk wilayah Asia, angka tersebut terbilang sangat tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan, 120 juta wanita di negara berkembang, wanita memiliki banyak alasan yang menyebabkan mereka melakukan aborsi. Menurut Nurhafni (2022:2), dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95% nya dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun. Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Di Bandung menunjukkan 20% dari 1.000 remaja yang pernah melakukan seks bebas. Diperkirakan 5-7% nya adalah remaja di pedesaan. Sebagai catatan, jumlah remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762. Diperkirakan jumlah remaja yang melakukan seks bebas sekitar 38-53 ribu. Kemudian, sebanyak 200 remaja putri melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil dan 90% dari jumlah itu melakukan aborsi.

Kasus aborsi perlu mendapat perhatian. Kasus aborsi seperti fenomena gunung es yang seolah tidak nampak, namun jika digali secara mendalam akan ditemukan angka kasus aborsi yang cukup mencengangkan.  Menurut Mahendra, dkk (2022), tingkat aborsi di Indonesia masih tinggi dan kematian ibu akibat aborsi menjadi keprihatinan. Remaja adalah usia yang sangat rentan menjadi pelaku atau korban aborsi. Mengapa demikian, sebab pada usia demikian, remaja mengalami pergeseran umur dan melewati masa pubertas dan pada usia ini terjadi perubahan fisik, psikologi, dan karakter di sertai perilaku seksual.

Pada masa remaja, seorang individu sering mencoba berbagai perilaku yang dianggapnya modern. Perilaku itu, tidak selalu mengarah pada hal positif, tetapi bisa juga ke arah negatif. Zalbawi (2022:18) mengatakan bahwa kondisi pergaulan remaja hampir sama saja secara global di seluruh manca negara. Akan tetapi yang membedakannya adalah kebanyakan remaja kita tidak mendapat bekal pendidikan atau informasi seksualitas secara sehat dari sekolah dan dari rumah. Tanpa bekal pendidikan dari sekolah atau rumah, maka remaja akan tetap melihat seks sebagai sebuah misteri. Maka dampaknya, mereka akan mengekploitasi seksualitas tanpa bimbingan. Jika remaja tidak didampingi, mereka akan menjadi konsumen seks pada berbagai media massa, buku, media sosial yang bias dan tidak akurat.

Dengan demikian, remaja dapat melakukan seks yang tidak bertanggung jawab bahkan dapat mengalami penyimpangan seks dan aborsi provokatus illegal. Beberapa contoh perilaku negatif yang terjadi adalah pergaulan bebas yang berdampak pada seks bebas, pengunaan narkoba, kecanduan video porno, minum minuman keras, perkelahian, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku negatif tersebut terutama pergaulan bebas yang berdampak pada seks bebas adalah penyebab dominan aborsi provocatus ilegal.  Penyebab dominan ini bersumber dari remaja itu sendiri sehingga disebut juga penyebab internal. Selain penyebab internal, tingginya angka aborsi illegal disebabkan juga oleh faktor eksternal sebagai penyebab-penyebab determinan. Penyebab-penyebab determinan tersebut berupa kurangnya perhatian orang tua, lemahnya pendidikan seks, tekanan sosial dan keluarga, keinginan untuk melanjutkan pendidikan, kondisi kesehatan yang berisiko, korban kekerasan seksual atau pelecehan, ketidakmampuan finansial, dan pengaruh negatif internet. 

2. Faktor Penyebab Aborsi Provokatus Ilegal

Dari penyebab-penyebab remaja melakukan aborsi dapat diinventarisasi dalam penyebab internal dan penyebab eksternal. Penyebab internal bersumber dari remaja itu sendiri dan penyebab eksternal berasal dari luar diri remaja.

2.1. Faktor Internal

Ada beberapa faktor internal sebagai penyebab aborsi. Pertama, rasa ingin tahu dalam berhubungan seksual yang berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut, Resha Syfau Audia (2019), masa remaja selalu diselimuti oleh perasaan ingin tahu yang sangat tinggi dan ingin selalu mencoba sesuatu yang baru pada semua bidang terutama pada hal yang paling menantang yaitu berhubungan badan. Rasa ingin tahu dalam hal berhubungan seksual tentu akan mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Rini (2022), kehamilan yang tidak diinginkan dapat berujung pada dua pilihan yaitu tetap mempertahankan bayi meskipun kehamilannya tidak sesuai dengan rencana dan bahkan mungkin dapat membawa dampak negatif bagi orang tuanya atau pilihan menggugurkan kandungan. 

Akibat kehamilan yang tidak diinginkan tak jarang keputusan justru berujung pada pengguguran kandungan. Kedua, kurangnya pengetahuan reproduksi wanita. Redaksi Halodoc (2018) menegaskan kurangnya edukasi terhadap hal yang berkaitan dengan reproduksi nyatanya bisa memicu terjadinya hal-hal yang tak diinginkan seperti penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, hingga aborsi yang berakibat pada hilangnya nyawa remaja. Senada dengan itu, Ardiansyah (2022) menjelaskan edukasi kesehatan mengenai cara perawatan organ reproduksi, edukasi mengenai perkembangan saat pubertas, dampak  pornografi,  edukasi  kesehatan  mengenai  kehamilan  tidak  diinginkan dan aborsi sangat penting bagi remaja. Edukasi ini melibatkan semua elemen yaitu orang tua dan pemerintah.

2.2. Faktor Eksternal 

Ada beberapa Faktor Eksternal yang mempengaruhi remaja untuk memutuskan melakukan aborsi provocatus illegal. Pertama, kurangnya perhatian orang tua. Semakin tingginya tuntutan kehidupan dalam bidang ekonomi dan kebutuhan lainnya mendorong orang tua (bapak dan ibu) untuk bekerja, sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja daripada di rumah. Sebagai akibatnya, menurut Chelsea Venda (2023), anak akan merasa diabaikan, tidak berharga, dan bukan prioritas orang tuanya. Tanpa sadar, orang tua sedang menjadikan anak korban kekerasan psikis secara halus.  Dari sisi keharmonisan, anak akan merasa tidak dekat dengan orang tuanya. Minimnya bonding antara orang tua dan anak membuat suasana rumah jadi tidak nyaman. Anak jadi lebih suka berada di luar rumah dibanding di rumah.  Kecendrungan untuk selalu bergaul dengan teman tanpa kontrol orang tua memungkinkan anak untuk melakukan segala hal tanpa patokan norma atau aturan. Apalagi jika situasi itu disambut oleh tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, seperti miras, narkoba, dan seks, tentu berakibat pada hal fatal yaitu kehamilan dan aborsi.

Kedua kurangnya pendidikan seksual komprehensif. Kurangnya pendidikan seksual komprehensif juga berperan dalam meningkatnya kasus aborsi ilegal pada remaja. Pendidikan seksual yang baik dan komprehensif dapat memberikan pengetahuan yang akurat tentang reproduksi, kontrasepsi, dan pentingnya hubungan yang sehat. Dengan pendidikan seksual yang memadai, remaja akan lebih mampu membuat keputusan yang tepat terkait dengan kesehatan reproduksi mereka. Keluarga, lembaga kemasyarakatan, sekolah, pemerintah, gereja adalah lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan Pendidikan seksual komperhensif kepada remaja. Keluarga adalah institusi yang pertama dalam memberikan pendidikan seksual terhadap remaja. Ada anggapan umum yang keliru bahwa membicarakan seks kepada anak adalah tabu dan tidak sopan. Selain itu, sikap dan perilaku yang ditunjukkan orang tua terhadap anaknya secara benar dan terarah termasuk dalam sikap perilaku seksual akan menjadi bekal bagi anak remaja untuk kehidupan yang akan datang.

Dianawati (2003) menyatakan bahwa remaja yang kurang mendapat informasi yang lengkap dan benar tentang seksualitas, akan mencoba mencari tahu dengan caranya sendiri. Akibatnya, banyak remaja yang terjerumus dalam penyimpangan seksual yang menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan dini, dan yang lebih parah adalah aborsi yang berujung pada kematian anak dan aborsi. Selain itu, Azwar (2007) menyatakan bahwa, lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap remaja karena keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dengan demikian, kedua lembaga ini sama-sama menegaskan bahwa aborsi illegal yang dilakukan remaja bertentangan dengan prinsip moral umum dan prinsip moral Kristen. 

Ketiga, tekanan Sosial dan Keluarga. Tekanan dari keluarga yang melihat kehamilan di   luar nikah sebagai aib dan stigma keluarga  dapat membuat remaja memilih aborsi sebagai solusi. Demikian juga pasangan yang ingin menghindari tanggung jawab, akan memaksa remaja putri untuk melakukan aborsi ilegal. Penelitian yang dilakukan Ridwan, dkk, menyimpulkan adapun faktor eksternal yang mempengaruhi subjek melakukan aborsi provokatus kriminalis adalah adanya desakan dari keluarga atau teman yang mendorong untuk melakukan tindakan aborsi provokatus kriminalis. Hal senada ditegaskan juga oleh data Statistik dari Elliott Institute mendapati 60 persen lebih aborsi dilakukan secara terpaksa, baik karena dorongan orang tua, suami maupun pacar, (Capua, 2012).

Keempat, Keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Remaja yang ingin melanjutkan pendidikan merasa bahwa aborsi adalah pilihan terbaik impian mereka untuk bersekolah tidak berhenti. Menurut Lon (2020), umumnya remaja atau pelajar  menyembunyikan kehamilan mereka dan melakukan aborsi secara diam-diam.  Mereka  tidak  ingin  ada  pihak  lain,  khususnya orang  tua  dan  pihak  sekolah  mengetahui  bahwa mereka sedang hamil. Alasan dasar mereka menyembunyikan kehamilan dan aborsi illegal adalah agar mereka masih bisa melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Yati Purnama dalam Jurnal Sitax (2019) bahwa salah satu alasan pelaku melakukan tindakan aborsi adalah masih ingin melanjutkan pendidikan. Demikian juga yang diungkapkan oleh Mahendra (2022) bahwa remaja yang masih sekolah tidak ingin mengganggu sekolahnya dengan kehamilan sehingga terjadi aborsi.

Kelima, kekerasan seksual atau pelecehan. Remaja yang menjadi korban kekerasan seksual atau pelecehan mungkin hamil sebagai akibat dari kejadian tersebut dan memilih untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi sebagai respons terhadap trauma yang mereka alami. Berdasarkan   catatan   Komnas   Perempuan, seperti yang dikutip Frida dan Haryanti (2020), ada beberapa bentuk pelecehan dan kekerasan seksual, seperti   percobaan perkosaan, intimidasi seksual seperti mengancam bila menolak, jebakan akan prostitusi paksa, pemaksaan perkawinan, pemaksaan agar hamil, pemaksaan untuk aborsi,  pemaksaan  untuk  mengenakan alat kontrasepsi, dan segala bentukpenyiksaanseksual.Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU Komnas Perempuan) (2021),mendokumentasikan 24.786 kasus kekerasan seksual yang terjadi selama 2016-2020. Di antara kasus kekerasan seksual tersebut, 7344 diantaranya merupakan kasus perkosaan atau 29,6% dari total kasus kekerasan seksual. Diantara kasus perkosaan tersebut, ada korban yang kemudian melakukan aborsi dengan berbagai alasan.

Keenam, ketidakmampuan finansial. Kurangnya sumber daya finansial untuk merawat dan mendukung anak dapat membuat beberapa remaja memilih aborsi. Hal ini dilakukan remaja karena faktanya remaja belum memiliki penghasilan tetap. Menurut Rini (2022), alasan finansial seringkali muncul adalah tidak memiliki uang dan tidak memiliki pekerjaan adalah salah satu alasan remaja melakukan aborsi provokatus illegal. Secara finansial, umumnya remaja masih bergantung pada penghasilan orang tua. 
Ketujuh, pengaruh negatif internet. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang internet tidak hanya berdampak positif tetapi juga berdampak negatif.  Hal-hal yang berbau seksual sangat mudah didapatkan di internet. Semua orang bisa mengkonsumsi dan mengakses pornografi di media internet, termasuk remaja. Diketahui bahwa masa remaja merupakan fase dimana kematangan organ seksualnya sudah mulai bekerja mengakibatkan nafsu seksualnya sudah tumbuh, sehingga remaja cenderung berminat membicarakan, mempelajari atau mengamati segala hal yang berbau seksual, hal itu dapat mengacu pada terjadinya perubahan perilaku remaja, (Endah Maulia dan Omega DR Tahun; 2022). Hal senada dijelaskan juga oleh Afrida (2020), bahwa di internet terdapat konten berbau pornografi dan porno aksi yang bisa mendorong seseorang untuk bertindak kriminal. Kecanduan menelusuri situs-situs porno pada internet tentu berpengaruh pada perilaku untuk mencoba yang dampak lanjutannya adalah kehamilan dan aborsi.

3. Pandangan Moral dan Hukum Positif terhadap Aborsi Provocatus Ilegal


3.1 Pandangan Hukum Positif terhadap Aborsi Provocatus Ilegal

Dari perspektif hukum positif di Indonesia tindakan aborsi dapat dilakukan sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan pada Pasal 75 Ayat (2) apabila (a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau (b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Jika di luar dari hal tersebut maka dapat dikatakan ilegal. Sanksi tindak pidana praktik aborsi ilegal tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 194 UU 36/2009 tentang Kesehatan yang di mana setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), (An Naafi, Muqsith.dan Putri Amalia, 2022) Abortus provocatus illegal tentu berada di luar ketentuan UU 36/2009. Dengan demikian aborsi jenis ini bertentangan dengan hukum. 

3.2 Pandangan Moralitas terhadap Aborsi Provocatus Ilegal

Seks yang tidak bertanggung jawab pada remaja dapat berdampak pada aborsi. Aborsi secara moral esensial Kristen adalah dosa karena melanggar sepuluh perintah Allah, yaitu jangan membunuh. Sebab hidup itu adalah milik Allah. Roma, 14:8 menegaskan, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”. Matius 5:21-22, menandaskan “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum”. Lebih jauh, Dalam Kejadian 1:28, diuraikan “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”. Kutipan-kutipan di atas secara esensial adalah  imperatif moral kristiani yang bermakna Allah pemilik hidup menginginkan dan memerintahkan manusia untuk hidup dengan baik. Tidak seorang pun yang diijinkan Allah untuk mengakhiri hidupnya atau hidup orang lain, kecuali Allah. 

Pertimbangan moral dapat menggambarkan, mempertimbangkan dan menetapkan beberapa tindakan yang sepantasnya dilakukan oleh seseorang. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menunjuk pada fakta-fakta, menyangkut norma-norma dan standar standar untuk membuat rekomendasi mengenai bagaimana berperilaku yang baik atau tidak baik. Nggorang (2018:49) mengatakan bahwa norma moral memiliki beberapa ciri berikut:
  1. Menuntut tanggung jawab kita sebagai pelaku moral. Suatu perbuatan atau tindakan harus memperhitungkan dampak dan akibatnya. Di sini, pelaku tindakan diundang untuk bertanggungjawab apakah tindakannya merugikan orang lain atau tidak. Sebagai norma moral,
  2. Etika juga berkaitan dengan hati nurani. Hati nurani adalah suara hati yang menuntun perilaku seseorang. Hati nurani memuji sekaligus menuduh setiap tindakan yang dilakukan. Memuji kalau kita melakukan tindakan yang baik dan benar, sebaliknya menuduh kalau kita melakukan tindakan yang buruk dan salah serta merugikan pihak lain. Sebagai norma moral,
  3. Etika juga berkaitan dengan suatu perbuatan atau tindakan yang sifatnya mewajibkan, suatu perintah tanpa syarat, imperatif kategoris. Berbuatlah baik, dilarang mencuri, membunuh, merampok, melakukan korupsi, merugikan orang lain, merupakan perintah-perintah yang bersifat mewajibkan, bersifat deontologis. Sebagai norma moral,
  4. Etika bersifat formal. Bersifat formal berarti kualitas moral suatu perbuatan atau tindakan selalu melekat pada perbuatan dan tindakan itu sendiri. 

Dengan demikian, aborsi provocatus illegal pada remaja memuat beberapa aspek moral yaitu tanggung jawab dari pelaku, bertentangan dengan hati nurani, menentang imperatif moral dan isi tindakan. Penyebab internal dan eksternal aborsi provocatus illegal yaitu rasa ingin tahu dalam berhubungan seksual yang berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan, kurangnya pengetahuan reproduksi wanita, kurangnya perhatian orang tua, kurangnya pendidikan seksual komprehensif, tekanan Sosial dan Keluarga, Keinginan untuk melanjutkan pendidikan, kekerasan seksual atau pelecehan, ketidakmampuan finansial, pengaruh negatif internet. Dari penyebab ini, dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa remaja melakukan aborsi provocatus illegal tidak didasarkan pada pengetahuan yang sempurna atas tindakannya. 

Menurut Putri (2023),  dalam realitas saat ini kerap kali terjadi peristiwa remaja menjadi hamil karena hubungan tidak serius yang mungkin hanya terjadi satu kali. Remaja perempuan dan pasangannya sama sekali belum siap untuk menikah, karena notabennya mereka masih duduk di bangku sekolah. Sementara itu, khusus remaja perempuan terancam putus sekolah jika ia melanjutkan kehamilannya. Bahkan terkadang umur calon ibu masih berusia belasan yang mana tubuhnya belum siap untuk menjadi ibu, kehamilan dan persalinan pada usia semuda itu dapat merugikan sistem organ tubuhnya untuk seumur hidup. Lebih lanjut kasus tersebut akan menciptakan sudut padang yang berbeda dari kelompok pro life dan kelompok pro choice. Gerakan pro life menekankan hak janin untuk hidup sedangkan pro choice (kaum feminism) mengedepankan pilihan pada perempuan apakah ingin melanjutkan kehamilannya atau menyudahi.

4. Meningkatkan Kesadaran Moral Kritis Remaja Terhadap


Masalah  Aborsi Provocatus Ilegal

Upaya-upaya meningkatkan kesadaran moral kritis remaja terhadap masalah  aborsi provocatus ilegal bukan saja menjadi tanggung jawab remaja melainkan tanggung jawab pihak-pihak yang berkaitan dengan remaja tersebut yaitu keluarga, sekolah, gereja, masyarakat, dan pemerintah.

4.1 Tanggung Jawab Remaja

Berikut adalah beberapa cara remaja agar dapat mengatasi masalah-masalah yang membawanya pada aksi abortus provoacatus illegal, yaitu;
  1. Pendidikan moral Kristen untuk Meningkatkan Kesadaran Moral Kritis. 
  2. Remaja harus memiliki pandangan moral Kristen yang benar. Dengan pandangan moral Kristen tersebut remaja akan memiliki sikap kritis terhadap aborsi provokatus illegal. Moral Kristiani mengajarkan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak pembuahan. Kehidupan itu adalah milik Tuhan. Dalam agama katolik, kehidupan manusia dimulai pada saat pembuahan, sehingga aborsi illegal dilihat sebagai upaya sadar penghentian kehidupan manusia yang tidak dapat dibenarkan. Aborsi provocatus illegal adalah pembunuhan dan menentang hak Tuhan pemberi kehidupan. 
  3. Pendidikan Seksual yang Sehat: Cari sumber informasi yang dapat dipercaya tentang seksualitas yang sehat. Pahami risiko yang terkait dengan seks bebas dan pentingnya perlindungan diri, termasuk penggunaan kondom dan kontrasepsi jika sudah aktif secara seksual.
  4. Pahami Dampak Narkoba: Pahami dampak negatif penggunaan narkoba pada kesehatan fisik dan mental. Ketahui risiko penyalahgunaan narkoba dan carilah informasi tentang cara menghindari atau mengatasi tekanan untuk mencoba narkoba.
  5. Batasan Pribadi: Tentukan batasan pribadi tentang perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Cobalah untuk memahami nilai-nilai pribadi Anda dan tetap setia terhadap mereka.
  6. Pilih Teman dengan Bijak: Pilih teman-teman yang positif dan mendukung. Hindari bergaul dengan orang-orang yang mendorong perilaku berisiko.
  7. Ketahui Konsekuensi: Ketahui konsekuensi dari perilaku berisiko seperti seks bebas atau penggunaan narkoba. Fokus pada dampak negatif yang dapat terjadi pada kesehatan, pendidikan, dan masa depan Anda.
  8. Konsultasikan dengan Orang Dewasa yang Dapat Dipercaya: Jika Anda merasa terjebak dalam situasi yang sulit atau mengalami tekanan untuk melakukan sesuatu yang tidak Anda inginkan, jangan ragu untuk berbicara dengan orang dewasa yang dapat dipercaya seperti orang tua, guru, atau konselor sekolah.
  9. Bina Hubungan yang Kuat dengan Orang Tua: Bina hubungan yang kuat dengan orang tua atau wali yang bisa memberikan dukungan dan pemahaman. Terkadang, orang tua dapat memberikan panduan yang sangat berharga.
  10. Perluas Minat dan Aktivitas Positif: Coba untuk terlibat dalam kegiatan positif yang membuat Anda merasa berarti dan bangga. Ini bisa termasuk olahraga, seni, klub, atau kegiatan sosial yang mengembangkan bakat dan keterampilan Anda.
  11. Bantuan Profesional: Jika remaja merasa bahwa tidak dapat mengatasi masalah ini sendirian, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Terapis atau konselor dapat membantu Anda mengatasi kecanduan atau masalah lain yang Anda hadapi.

4.2. Kerja Sama Orang Tua, Sekolah, dan Gereja

Sebagai Lembaga yang mengatur hajatan banyak orang, ketiga lembaga tersebut harus mengatur hal-hal strategis untuk mengatasi masalah aborsi provocatus illegal pada remaja, yaitu

1. Pendidikan dan Kesadaran
Program pendidikan kesehatan seksual yang mencakup topik-topik seperti hubungan sehat, bahaya pergaulan dan seks bebas, penggunaan narkoba, dan dampak kecanduan video porno. Pembelajaran ini harus dilakukan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh siswa dan mendorong diskusi terbuka dan pertanyaan.
2. Konseling dan Dukungan
Menyediakan layanan konseling yang bersifat rahasia bagi remaja yang mengalami masalah-masalah ini atau yang memerlukan bantuan dalam mengatasi mereka. Konselor sekolah dapat membantu siswa dalam mengidentifikasi penyebab dan solusi dari masalah mereka.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial dan Emosional
Program pengembangan keterampilan sosial dan emosional sangat penting. Keterampilan seperti pengambilan keputusan yang baik, komunikasi yang efektif, serta pengelolaan stres dan tekanan emosional dapat membantu remaja menghindari perilaku berisiko.

4. Kolaborasi dengan Orang Tua

Orang tua juga perlu diberikan sumber daya dan informasi untuk mendukung perkembangan anak-anak mereka.
5. Penggunaan Teknologi yang Bertanggung Jawab
Memberikan pemahaman tentang penggunaan teknologi yang bertanggung jawab, termasuk penggunaan internet dan media sosial. Mendorong penggunaan yang sehat dan aman dari teknologi serta mengajarkan siswa cara melindungi diri mereka secara online.
6. Nilai dan Moral 
Tanamkan nilai dan moral yang kuat pada remaja untuk membantu membimbing proses pengambilan keputusan mereka. Ajarkan kepada mereka tentang rasa hormat, empati, dan pentingnya batasan pribadi. Dorong mereka untuk mempertimbangkan dampak emosional, fisik, dan sosial dari tindakan mereka, termasuk konsekuensi yang mungkin terjadi akibat kehamilan yang tidak direncanakan dan keputusan sulit yang terkait dengan aborsi.
7. Sosialisasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi. 
Kerjasama ini dapat menyediakan sumber daya tambahan, pembicara tamu, dan lokakarya untuk meningkatkan kualitas pendidikan seksual yang diberikan kepada siswa. 
8. Sosialisasi tentang pentingnya komunikasi terbuka dan jujur tentang seksualitas di antara siswa, orang tua, dan guru.
Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan kelompok dukungan, layanan konseling, atau pertemuan orang tua-guru yang membahas pendidikan seksual. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dan tanpa stigma, remaja dapat merasa nyaman mencari bimbingan dan klarifikasi tentang masalah seksual.

Oleh :
Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik

Daftar Pustaka :

  1. Afrida. 2020. Pengaruh Internet Bagi Remaja, diakses pada 23 September 2023.
  2. Asmar, S. 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
  3. Bearak, J., Popinchalk, A., Ganatra, B., Moller, A. B., Tunçalp, Ö., Beavin, C., Kwok, L., & Alkema, L. 2020. Unintended pregnancy and abortion by income, region, and the legal status of abortion: estimates from a comprehensive model for 1990– 2019. The Lancet Global Health, 8(9), e1152–e1161, diakses pada 23 September 2023.
  4. Capua, Joe de. 2012. 20 Juta Lebih Kasus Aborsi di Dunia Dilakukan Secara Tidak Aman, diakses pada23 September 2023.
  5. Dianawati, Arjen. (2003), Pendidikan Seks untuk Remaja.Kawan Pustaka. Jakarta. 
  6. Maulia Endah dan Tahun,Omega DR.2022. Pengaruh Media Internet Terhadap Perilaku Menyimpang Seksual Pada Remaja Di Sma Al-Hidayah Tahun 2022, diakses pada 23 September 2023.
  7. Merry Fridha1), Astri Haryanti.2020. Comprehensive Sexuality Education Sebagai Pencegahan Terhadap Kekerasan Seksual Pada Siswa-Siswi SMP 8 Surabaya, diakses pada 23 September 2023.
  8. Lon, Yohanes S.2020. Kasus Aborsi Dan Pembuangan Bayi Sebagai Keprihatinan Gereja Dan Imperatif Edukatifnya Bagi Dunia Pendidikan, diakses pada 23 September 2023.
  9. Mahendra, Yusril Ihza,, Mardiansyah Ginting, Fahri Mauliza. 2022.  Aborsi Dikalangan Remaja. Jurnal sanksi. Vol 1 No 1, diakses pada23 September 2023.
  10. Nurhafni. 2022. Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Aborsi, diakses pada 13 September 2023.
  11. Putri1, Yulita dan  Abid Nurhuda. 2023. Moralitas Aborsi karena Kehamilan Remaja: Ditinjau dalam Perspektif Feminisme dan Sains (The Morality of Abortion due to Teenage Pregnancy: Viewed from the Perspective of Feminism and Science), Diakses pada 27 September 2023.
  12. Purnama Yati. 2019. Kronologis Kasus Dan Faktor Penyebab Aborsi, Pembunuhan Dan Pembuangan/Penguburan Bayi, diakses pada23 September 2023.
  13. Rahmawati dan Budiman. 2023. Kerangka Hukum tentang Aborsi Aman di Indonesia 2023. Jakarta: Institute for Criminal Justice Reform, diakses pada 23 September 2023.
  14. Ridwan, Rizal, dkk. Interaksi Sosial Dalam Kejadian Abortus Provokatus Kriminalis Di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan, diakses pada 23 September 2023.
  15. Venda, Chelsea. 2023. Dampak Anak yang Memiliki Orang Tua Sibuk Bekerja, diakses pada 23 September 2023.


0 Komentar

Kirim Pesan